KritikaN MembinA KekuataN DijanA

Wednesday, June 5, 2013

Mengenal Ilmu Hadits

Definisi Musthola'ah Hadits

HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.

ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.

TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.

SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.

TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.

MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
 

Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits

Rawi
, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.
 

Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
  1. As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
    1. Ahmad
    2. Bukhari
    3. Turmudzi
    4. Nasa'i
    5. Muslim
    6. Abu Dawud
    7. Ibnu Majah
  2. As Sittah berarti diriwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
  3. Al Khomsah berarti diriwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Bukhari dan Muslim
  4. Al Arba'ah berarti diriwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
  5. Ats Tsalasah berarti diriwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah.
  6. Asy Syaikhon berarti diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhari dan Muslim
  7. Al Jama'ah berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).
Matnu'l Hadits adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang berakhir pada sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in. Baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .

Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
 
Gambaran Sanad

Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dll.

Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.

Awal Sanad dan akhir Sanad

Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.

Klasifikasi Hadits

Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:
  1. Hadits Shohih, adalah hadits yang  diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
  2. Hadits Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.
  3. Hadits Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya dibuat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
  4. Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhinya.
     
Syarat-syarat Hadits Shohih

Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
  • Rawinya bersifat Adil
  • Sempurna ingatan
  • Sanadnya tidak terputus
  • Hadits itu tidak berillat dan
  • Hadits itu tidak janggal
Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4 syarat untuk dinilai adil, yaitu :
  • Selalu memelihara perbuatan taat dan menjahui perbuatan maksiat.
  • Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
  • Tidak melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
  • Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar Syara'.
  Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan kecacatan perawinya
  • Hadits Maudhu': adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
  • Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.
  • Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan jika ada hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang lebih lemah dinamakan hadits Munkar.
  • Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik, namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.
  • Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
  • Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan.
  • Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan).
  • Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
  • Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
  • Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan.
  • Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi pentarjihan.
  • Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi
  • Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
  • Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in.
  • Hadits Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut Mudallis.
  • Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat, disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.
  • Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat matannya
  • Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung atau terputus.
  • Hadits Maqthu': adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak.

Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang maudhu' tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:
Pendapat Pertama Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama. Pendapat ini dipertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.

Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal  dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: "Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya."

Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
  1. Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul amal.
  2. Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
  3. Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.

Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi :


[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.

Syarat syarat hadits mutawatir
  1. Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
  2. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta.
  3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits diriwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 tabi'in demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits mutawatir.
[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.

Klasifikasi hadits Ahad
  1. Hadits Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.
  2. Hadits Aziz: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang rawi, walaupun 2 orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
  3. Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.

Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi


Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabiNya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.

Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi

Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat :
  • Qala ( yaqalu ) Allahu
  • Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
  • Lafadz lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:
  • Semua lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi tidak demikian.
  • Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada hadits qudsi. Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang berhadats, dll.
  • Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
  • Meriwayatkan Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.

Bid'ah


Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam  tidak menyontohkannya.

Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.

Alloh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi tidak ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.

"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.

Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah. Ada tata cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang ada ruku, sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah wajib dan siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah. Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya. Seperti pada zaman Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.

Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak muncul hadits-hadits yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah.

Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam:
  1. Yang wajib dibenarkan (diterima).
  2. Yang wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits yang diadakan orang mengatasnamakan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
  3. Yang wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dipalsukan atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).
Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, diantaranya:
  1. Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhari pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: Aku pernah palsukan khutbah Rosululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak diamalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab Al-Baa'itsul Hatsiits).
  2. Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan melihat dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan Hadits itu.
  3. Terdapat ketidaksesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa yang ada dalam ayat-ayat Qur'an.
  4. Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik lafadznya ataupun ditinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya).
     
Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu
  • Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam. Misalnya dari kaum Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islam untuk tujuan menghancurkan Islam (seperti Snouck Hurgronje).
  • Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu. Umumnya dari golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli Bid'ah, orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud, golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang mereka kerjakan. Yang disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'.
  • Untuk mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan.
  • Untuk mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits Palsu).
  • Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.

Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu
  • Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
  • Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
  • Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).
(Sumber Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan Maudhlu - Muhammad Nashruddin Al-Albany;  Kitab Hadits Maudhlu -  Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah; Kitab Mengenal Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy; Kitab Kalimat-kalimat Thoyiib - Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin Al-Albany);  Kitab Mushtholahul Hadits -  A. Hassan)

Sunday, June 2, 2013

CARA-CARA PENGURUSAN MAYAT (memandi, mengapan, sembahyang dan kebumi)

PERKARA-PERKARA YANG WAJIB TERHADAP ORANG MATI
Perkara-perkara yang wajib terhadap orang mati (fardu kifayah) empat perkara :
  1. Memandikan mayat.
  2. Mengapankannya.
  3. Sembahyang ke atasnya.
  4. Mengebumikannya.
 1. Memandikan Mayat
Salah satu daripada mandi yang diwajibkan ialah memandikan mayat dan adalah fardu kifayah dan disyaratkan :
1.      Mayat itu mayat orang Islam.
2.      Mayat itu ada tubuh walau sedikit sekalipun.
3.      Mayat itu bukan mati syahid ma'rakah.
Cara Memandikan Mayat
Sebelum seorang mayat dimandikan perlu disediakan lebih dahulu beberapa perkara supaya setelah dimandikan dapat di kapan kemudian di sembahyang dan dibawa ke kubur untuk disemadikan (dikebumikan) tanpa kelengahan lagi itu :
  1. Disediakan air mutlak secukupnya.
  2. Air daun bidara atau sabun mandi.
  3. Air kapur baruh. Ketiga perkara ini alat untuk memandikan mayat.
  4. Kain kapan secukupnya.
  5. Kapas satu bungkus.
  6. Air mawar.
  7. Serbuk pewangi (debu kayu gaharu atau lainnya).
  8. Pengusung mayat (keranda).
  9. Kayu tudung liang lahad atau lung.
  10. Kain untuk tudung keranda atau pengusung untuk diusung ke kubur.
Setelah semua perkara di atas sudah ada dan orang yang hendak sembahyang pun ada, mayat dibawa masuk ke bilik mandi atau di mana-mana tempat yang sesuai untuk dimandikan mayat, mula-mula : 
  1. Disalinkan pakaiannya (pakaian-pakaian basahan).
  2. Diletakkan di atas tempat tinggi atau di riba oleh keluarganya. Dan orang yang memandikan mayat seelok-eloknya memakai sarung tangan.
  3. Dibersihkan najis pada tubuh jika ada.
  4. Dihilangkan perkara yang menegah sampai air ke seluruh badannya.
  5. Diangkatkan sebelah atas tubuhnya (sebelah kepala) dan disandarkan punggungnya ke paha atau sesuatu. Dan diurutkan atas perutnya kemudian ditekan sedikit dengan perlahan-lahan supaya keluar kekotoran yang patut keluar dari duburnya (Nguwam) kemudian dibasuh duburnya seperti biasa.
  6. Mayat ditelentangkan, dimandikan dengan air mutlak meratakan tubuhnya dan digosok, seperti mandi wajib daripada janabat, haid atau sebagainya, supaya meratai air ke seluruh badan termasuk celah-celah paha. Lipatan-lipatan dan sebagainya.
  7. Disugikan mulutnya dengan benda lembut seperti kain putih yang disediakan khas baginya dan dicungkilkan di celah-celah kuku jika perlu, dan diselati celah-celah jari atau janggutnya jika ada dan perlu disisir rambutnya.
  8. Kemudian dibalik badannya sebelah kanan ke atas sebelah kiri ke bawah dicucur air mutlak, digosok-gosok dan dicucur air hingga rata.
  9. Dibalik pula tubuhnya. Supaya sebelah kiri ke atas dan sebelah kanan ke bawah dan dicucuri air supaya meratakan semua tubuhnya. Semasa melintang, menyenggeng hendaklah digosok tubuhnya supaya hilang segala kekotoran dan disertakan dengan air daun bidara atau kapur baruh atau sabun bagi memudahkan hilang kekotoran daki jika ada.
Sekali rata semua tubuh sekali. Kemudian dicucur lagi hingga tiga kali rata air rata, kemudian dicucur air daun bidara diakhiri dengan air kapur baruh (semolek-moleknya 3 kali).
 Orang yang berhak memandikan mayat
Orang yang lebih utama memandikan mayat ialah keluarganya (warisnya) yang terdekat jika ia pandai memandikan mayat, jika tidak keluarganya yang lebih dan beramanah walau macam mana sekalipun mayat lelaki hendaklah dimandikan oleh orang lelaki atau isterinya atau orang yang haram nikah dengan si mati, begitu juga mayat wanita hendaklah dimandikan oleh wanita atau suaminya atau orang yang haram nikah dengannya.
Jika ketiadaan mereka-mereka seperti ini ditayamumkan sahaja, seperti mayat perempuan tidak ada orang perempuan atau suaminya atau mahramnya begitu juga sebaliknya.
Setelah selesai mandi disalin kain basahan itu dan dilapkan tubuhnya dengan kain yang bersih.
Semasa menukar pakaian dan semasa memandikan, wajib dijaga jangan terbuka auratnya dan di tempat memandikan mayat sama ada bilik atau tidak hanya orang yang perlu sahaja boleh masuk kerana jaga aurat si mati dan seorang kerabatnya yang terdekat.
2. Fardu Kifayah yang kedua terhadap mayat orang Islam ialah kapan.
 Setelah selesai dimandikan dan disalin kainnya dengan kain yang bersih mayat dikapankan iaitu :
  1. Kain kapan telah disediakan, yang wajibnya selapis bagi lelaki dan perempuan. Dan afdal bagi lelaki tiga lapis bungkus lepuk (tanpa baju dan serban) menggunakan kain kapan berwarna putih menutup seluruh badannya dan salah satu daripadanya kain pakai atau tiga lapis selain daripada kain pakai dan boleh dipakai baju dan serban dengan dua lapis kain kapan yang lain.
Manakala bagi mayat perempuan afdal lima lapis iaitu kain pakai di pinggang, baju, telekung atau kain tudung kepala dan dua lapis kain kapan yang lain menutup semua tubuhnya (badan mayat). 
  1. Kain kapan dihampar sehelai demi sehelai dan ditaburkan di atasnya dengan serbuk pewangi seperti debu kayu gaharu atau kapur baruh atau sebagainya dialas di atas kain kapan dengan kapas dan direnjis air mawar atau sebagainya.
  1. Mayat lelaki dipakai kain lebih dahulu baru diletak di atas kain kapan tersebut, kedua tangan mayat diletak ke atas badannya, tangan kanan diletak di atas di atas tangan kirinya seperti semasa kiam sembahyang atau kedua-dua tangannya diluruskan menurut badannya.
Dan bagi mayat perempuan dipakai kainnya, bajunya lebih dahulu kemudian baru diletak di atas kain kapan yang terhampir itu. Tangannya diletak sama seperti lelaki juga kemudian dipakai telekung atau kain tudung kepala.
  1. Kapas digunakan untuk menutup lipatan-lipatan badan, sendi-sendi dan muka si mati sebelum dibungkus dengan kain kapan.
  1. Kain kapan hendaklah ditutup (dibalut tubuh si mati) selapis demi selapis kemudian diikat dengan tali daripada kain putih juga jika ada supaya tidak terbuka. Sebaik-baik ikatan lima ikatan ; di bahu, di punggung, di betis, di hujung kepala dan hujung kaki. Ikatan itu dibuka semasa hendak dikebumikan dan setelah dimasukkan ke dalam kubur.
3. Fardu Kifayah yang Ketiga
Fardu kifayah yang ketiga wajib dilakukan ke atas mayat orang Islam ialah sembahyang iaitu setelah selesai kapan, mayat diletakkan di tempat yang suci atau di dalam usungan. Jika mayat lelaki kepalanya di sebelah kiri orang yang hendak sembahyang ke atasnya, dan kakinya di sebelah kanan mereka tersebut. 
Dan jika mayat perempuan adalah sebaliknya dan diletak terlentang melintang kiblat di sebelah hadapan. Orang hendak sembahyang ke atasnya dan ditudung dengan kain yang bersih. 
Rukun Sembahyang Mayat
Rukun sembahyang mayat tujuh perkara :
  1. Niat sembahyang ke atas mayat.
  2. Takbir Allahuakbar empat kali.
  3. Berdiri betul bagi orang yang berkuasa.
  4. Membaca Al-Fatihah selepas Takbiratul Ihram.
  5. Berselawat ke atas Nabi SAW selepas takbir kali yang kedua.
  6. Doa bagi si mati selepas takbir yang ketiga.
  7. Memberi salam "Assalamualaikum warahmatullah" selepas takbir yang keempat.
 Cara-cara sembahyang ke atas mayat
Mula-mula berdiri betul dan bertakbiratul Ihram "Allahuakbar" disertakan dengan niat iaitu jika mayat orang lelaki :
أُصَلِّي عَلَى هَذَا الْمَيِّتِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ ِللهِ تَعَالَى
Ertinya : Sengaja aku sembahyang di atas ini mayat lelaki empat takbir kerana Allah Taala. 
Jika mayat perempuan dewasa lafaz niatnya :
أُصَلِّي عَلَى هَذِهِ الْمَيِّتَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ ِللهِ تَعَالَى
Ertinya : Sengaja aku sembahyang di atas ini mayat perempuan empat takbir kerana Allah Taala.
Dan lafaz niat bagi mayat kanak-kanak lelaki :
أُصَلِّي عَلَى هَذَا الْمَيِّتِ الطِّفْلِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ ِللهِ تَعَالَى
Ertinya : Sengaja aku sembahyang di atas ini mayat kanak-kanak lelaki empat takbir kerana Allah Taala. 
Dan jika mayat kanak-kanak perempuan lafaz niatnya :
أُصَلِّي عَلَى هَذِهِ الْطِّفْلَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ ِللهِ تَعَالَى
Ertinya : Sengaja aku sembahyang di atas ini mayat kanak-kanak perempuan empat takbir kerana Allah Taala. 
Dan lafaz niat bagi sembahyang mayat yang ghaib :
أُصَلِّي عَلَى مَيِّتِ فُلاَنٍ بْنِ فُلاَنٍ الْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ ِللهِ تَعَالَى
Ertinya : Sengaja aku sembahyang mayat si anu anak si anu yang ghaib empat takbir kerana Allah Taala. 
Jika mayat ghaib itu perempuan :
أُصَلِّي عَلَى مَيِّتَةِ فُلاَنَةٍ بْنِت فُلاَنٍ الْغَائِبَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ ِللهِ تَعَالَى
Ertinya : Sengaja aku sembahyang mayat si anu anak perempuan si anu yang ghaib empat takbir kerana Allah Taala. 
Semua lafaz ini bagi sembahyang berseorangan, jika berimam sebut jadi imam atau mengikut imam mana yang berkenaan.
(اِمَامًا ِللهِ تَعَالَى)
Atau
(مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى)
Jika mayat yang hadir itu ramai, lafaz niatnya :
أُصَلِّي عَلَى هَؤُلاَءِ الأَمْوَاِتِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ ِللهِ تَعَالَى
Ertinya : Sengaja aku sembahyang di atas semua mayat ini empat takbir kerana Allah taala. 
Jika seorang diri tetapi jika berimam sama seperti lafaz di atas tadi menyebut imam atau mengikut imam. 
Selepas takbiratul Ihram baca surah Al-Fatihah dari awal hingga akhirnya, setelah habis Fatihah takbir kali yang kedua "Allahuakbar" 
Selepas takbir ini berselawat ke atas Nabi SAW iaitu seperti :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Dan sunat ditambah
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْم وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ , وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ .
Kemudian takbir kali yang ketiga, selepas takbir ini baca dengan doa bagi mayat seperti:
اللّهُمّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ. وَاعْفُ عَنْهُ.
Dan sunat menambah
وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ. وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ. وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثّلْجِ وَالْبَرَدِ, وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ. وَأَبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِ. وَأَهْلاً خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجَاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ. وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَتِهِ وَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ .
Ertinya : Ya Allah ampunilah baginya dan muliakanlah tempatnya dan lapangkanlah tempat masuknya (di dalam kubur) dan mandikanlah dia dengan air salji dan air dingin (embun) dan bersihkanlah dia daripada kesalahan (dosa) seperti dibersihkan kain putih daripada kekotoran dan gantikanlah tempat yang lebih baik daripada tempat tinggalnya dan ahli (keluarga) yang lebih baik daripada ahlinya dan sahabat yang lebih baik daripada sahabatnya dan masukkanlah dia ke dalam syurga dan lindungkan dia daripada seksa kubur dan seksa neraka. 
Ini lafaz doa bagi mayat lelaki jika perempuan semua ha' dhomir ditukar kepada haa seperti :
اللّهُمّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا. وَاعْفُ عَنْهَا
Dan seterusnya kecuali :
وَفِتْنَتِهِ
Dikekalkan hi berbaris di bawah iaitu :
وَأَعِذْهَا مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَتِهِ وَ مِنْ عَذَابِ النَّارِ
Dan jika mayat kanak-kanak lelaki doanya :
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا ِلأَبَوَيْهِ , وَسَلَفًا وَذُخْرًا وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيْعًا وَثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا , وَأَفْرِغِ الصَبْرَ عَلَى قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتَنْهُمَا بَعْدَهُ , وَلاَ تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهُ .
Dan doa bagi mayat kanak-kanak perempuan : 
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهَا فَرَطًا ِلأَبَوَيْهَا , وَسَلَفًا وَذُخْرًا وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيْعًا وَثَقِّلْ بِهَا مَوَازِيْنَهُمَا , وَأَفْرِغِ الصَبْرَ عَلَى قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتَنْهُمَا بَعْدَهَا , وَلاَ تَحْرِمْهُمَا أَجْرَهَا .
Selepas itu takbir "Allahuakbar" kali yang keempat kemudia membaca doa :
اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Doa ini kepada mayat lelaki dan jika mayat perempuan dhomir berbaris hadapan di ganti dengan haa seperti : 
اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهَا وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهَا
Dan seterusnya.
Ertinya : Ya Allah, janganlah Engkau tahankan kami ganjaran pahalanya dan janganlah Engkau fitnahkan kami selepas kematiannya, ampunilah kami dan juga dia yang telah mati dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman dan jangan Engkau jadikan di dalam hati kami kebencian / kecemburuan terhadap orang-orang yang beriman sesungguhnya Engkau Maha Lemah-lembut lagi Pengasih dan Penyayang.
Doa ini sunat jua tidak rukun.
Kemudian memberi salam "Assalamualaikum warahmatullah" seperti lain-lain sembahyang jua iaitu disudahi dengan memberi salam.
Setelah selesai sembahyang dengan memberi salam baca Al-fatihah dan dibaca doa bagi si mati
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ قَبْرَهُ رَوْضَةً مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ , اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبُّهُ وَأَنْتَ خَلَقْتَهُ وَأَنْتَ هَدَيْتَهُ لِلإِْسْلاَمِ وَأَنْتَ قَبَضْتَ رُوْحَهُ وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِسِرِّهِ وَعَلاَنِيَتِهِ وَقَدْ جِئْنَاكَ شُفَعَاءَ لَهُ وَِلاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّك رَؤُوْفٌ رَّحِيْم , وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ , سُبْحَانَكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Lafaz doa ini bagi mayat lelaki, jika mayat perempuan diubah dhomir "hu" itu kepada "haa" seperti :
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ قَبْرَهَا - اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبُّهَا - وَأَنْتَ خَلَقْتَهَا
Atau doa ini : 
اَللَّهُمَّ هَذَا عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدَيْكَ , خَرَجَ مِنْ رَوْحِ الدُّنْيَا وَسَعَتِهَا , وَمَحْبُوْبِهِ وَأَحِبَّائِهِ فِيْهَا إِلَى ظُلْمَةِ الْقَبْرِ وَمَاهُوَ لاَقِيْهِ , كَانَ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ , وَأَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ , وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا .
اَللَّهُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ , وَأَصْبَحَ فَقِيْرًا إِلَى رَحْمَتِكَ , وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ , وَقَدْ جِئْنَاكَ رَاغِبِيْنَ إِلَيْكَ , شُفَعَاءَ لَهُ.
اَللَّهُمَّ إِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِيْ إِحْسَانِهِ , وَإِنْ كَانَ مُسِيْئًا فَتَجَاوَزَ عَنْهُ , وَلَقِّهِ بِرَحْمَتِكَ رِضَاكَ , وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابِهِ . وافْتَحْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ , وَجَافِ اْلأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهِ ، وَلَقِّهِ بِرَحْمَتِكَ اْلأَمْنَ مِنْ عَذَابِكَ حَتىَّ تَبْعَثَهُ إِلَى جَنَّتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ .
Doa ini untuk si mati lelaki, jika si mati perempuan, maka lafaz doanya sebagai berikut : 
اَللَّهُمَّ هَذَهِ اَمَتُكَ وَبِنْتُ عَبْدَيْكَ , خَرَجَتْ مِنْ رَوْحِ الدُّنْيَا وَسَعَتِهَا , وَمَحْبُوْبِهَا وَأَحِبَّائِهَا فِيْهَا إِلَى ظُلْمَةِ الْقَبْرِ وَمَاهِيَ لاَقِيَتْهُ , كَانَتْ تَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ , وَأَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ , وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهَا مِنَّا .
اَللَّهُمَّ إِنَّهَا نَزَلَتْ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهَا , وَأَصْبَحَتْ فَقِيْرَةً إِلَى رَحْمَتِكَ , وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهَا , وَقَدْ جِئْنَاكَ رَاغِبِيْنَ إِلَيْكَ , شُفَعَاءَ لَهَا.
اَللَّهُمَّ إِنْ كَانَتْ مُحْسِنَةً فَزِدْ فِيْ إِحْسَانِهَا , وَإِنْ كَانَتْ مُسِيْئَةً فَتَجَاوَزَ عَنْهَا , وَلَقِّهَا بِرَحْمَتِكَ رِضَاكَ , وَقِهَا فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابِهِ . وافْتَحْ لَهَا فِيْ قَبْرِهَا , وَجَافِ اْلأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهَا ، وَلَقِّهَا بِرَحْمَتِكَ اْلأَمْنَ مِنْ عَذَابِكَ حَتىَّ تَبْعَثَهَا إِلَى جَنَّتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ .
Beberapa perkara sunat bagi sembahyang jenazah
  1. Sunat bagi imam berdiri berbetulan dengan kepala mayat jika si mati itu lelaki, dan berdiri berbetulan dengan pinggang mayat jika si mati itu perempuan.
  1. Sunat sembahyang jenazah di masjid.
  1. Sunat berjemaah - makin ramai orang yang bersembahyang jenazah makin besar faedah dan kelebihannya. Bilangan sepatutnya tidak kurang daripada empat pulut orang dan jika boleh cukup seratus orang atau lebih.
  1. Mengangkat dua tangan semasa bertakbir pada tiap-tiap kali (sebanyak empat kali).
  1. Perlahankan bacaan.
  1. Membaca A'uzubillah sebelum bismillah.
  1. Sunat dijadikan tiga saf jika makmun ramai iaitu sekurang-kurang dua orang bagi satu-satu saf.
 4. Fardu kifayah yang keempat terhadap mayat orang Islam, mengebumikannya.
Iaitu apabila seorang Islam mati wajiblah ia dimandikan, dikapankan, disembahyangkan dan dikebumikan (dikuburkan).
Sekurang-kurang kubur yang wajib ialah yang dapat menahan daripada keluar bau dan terselamat daripada dibongkar oleh binatang buas. Dalamnya lebih daripada seperdirian manusia biasa sekadar setengah hasta dan sebaik-baiknya dibuat liang lahad (ini lebih afdal) iaitu dikorek lubang di sebelah kiblat lubang kubur sekadar termuat mayat jika tanah kubur itu keras (liat) tetapi jika tanah itu perus (mudah runtuh) memadai digali di tengah-tengah lubang kubur itu seperti parit bagi memudahkan letak mayat.
Cara menurunkan mayat ke dalam kubur
Mayat hendaklah diusung dan dimasukkan pengusung ikut sebelah kaki kubur dan diletakkan mayat yang di dalam pengusung itu di tepi kubur (sebelah balik kaki kubur) dan dikeluarkan mayat daripada pengusung itu kepada terus diturunkan ke dalam kubur dan ditarik pengusung ikut sebelah kaki mayat. Mayat sunat disambut oleh tiga orang di dalam kubur, semuanya lelaki tidak kecuali mayat lelaki atau perempuan. Sebaiknya kerabat si mati yang lebih dekat kalau mayat itu perempuan yang bersuami salah seorang ialah suaminya sendiri. Mayat diletak dalam liang lahad dengan mengadap kiblat iaitu menyenggeng di atas lambung kanan atau tengah lorong yang dibuat di tengah lubang kubur dengan cara yang sama dan ditutup dengan papan atau long mana yang berkenaan.
Disunatkan semasa memasuk mayat ke dalam kubur membaca :
1.بِسْمِ اللهِ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ
2. مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ , وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ ، وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى
Dan sunat diraup tanah tiga kali raup- raup yang pertama di baca مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ dan dijatuhkan tanah itu ke dalam kubur dan diraup kali kedua baca وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ dan dijatuhkan ke dalam kubur, diraup kali ketiga baca وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى dan dijatuhkan ke dalam kubur juga.
Semasa menurunkan mayat sunat ditudung dengan kain di atas muka kubur lebih-lebih lagi (sunat muakkadah) jika mayat itu mayat perempuan atau khunsa.
Kubur sunat dikambus dan ditinggikan sedikit sekadar sejengkal tetapi tidak membusut tinggi bahkan seperti sutuh.